Halaman

Kamis, 26 Januari 2017

Sebuah Pengantar : Pejuang Mimpi


Masa lalu hanya untuk dikenang, dijadikan pelajaran untuk menjadi pribadi yang lebih baik di masa sekarang dan masa yang akan datang. Masa depan adalah sepenuhnya milikmu. Kamu berhak menentukan masa depanmu mau bagaimana dan menjadi seperti apa. Sepenuhnya keputusan ada ditanganmu. Tapi ingatlah satu hal, orang yang paling baik adalah orang yang bermanfaat bagi yang lainnya.
            Cerita ini ditulis dari sudut pandang orang ketiga. Akan ditemukan/ ada perbedaan sudut pandang penulis dan pembaca nantinya. That’s the point and it doesn’t matter for me, karena segala kesalahan adalah milikku, yang menandakan kalau aku juga manusia biasa. Kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT semata. Mari kita lihat kisah beliau, yang menginspirasi banyak orang (terutama mahasiswa dan orang yang mengenalnya).
  
 
            Hari ini cerah, awan putih yang membentuk gulungan di birunya langit dapat kulihat dari jendela kamar –Jumu’ah Barakah- kataku dalam hati, tidak seperti kemarin langit gelap, mendung dan gerimis di sepanjang hari. Masih dengan tema yang sama tentang Mimpi, sambil kuputar lagu-lagu latar tentang mimpi menjadi pendukung suasana hati.   
Kuputar waktu dipikiran, kembali ke Agustus 2009. Hari senin minggu kedua di semester pertama, mata kuliah Teori Bilangan Dosen Pengampu mata kuliah Dr. Yusuf Hartono, kubaca detail jadwal kuliah di semester ini dari kertas fotokopian yang kudapat dari ketua tingkat. Mengapa mereka keren sekali, kataku dalam hati. Dosen-dosenku ini keren sekali, S2 dan S3 semua, bahkan sudah ada yang menjadi guru besar. Sebulan awal kuliah yang berkecimpung dibenakku hanyalah kekaguman-kekaguman pada mereka. Bagaimana bisa? Hahaha (pikiran dulu, masih awam mimpi). Untuk selanjutnya, aku berkata aku ingin seperti mereka.
Balik lagi ke tokoh utama cerita, walaupun sudah memasuki minggu kedua kuliah Teori Bilangan, tapi aku belum melihat wujud sang dosen. Dikarenakan mahasiswa baru, dan masih banyak masalah administrasif universitas, fakultas dan prodi yang harus diselesaikan dalam minggu pertama makanya belum bertatap muka.
Pukul 09.00 WIB kurang, hampir semua mahasiswa prodi Pendidikan Matematika sudah duduk rapi di kelas, sembari menunggu sang Dosen kami asik berbincang masih tahap saling mengenal satu dan lainnya. Ditengah gelak tawa dan suara-suara bercerita, masuk seorang bapak separuh baya, sambil membawa kopi ditangannya. Tak kulihat bapak itu memakai sepatu atau beralas kaki, ceker ayam. Dandanannya tak klimis, rambutnya ikal sedikit panjang, memakai kemeja lengan pendek bercelana dasar membawa kantong kresek hitam dan segelas kopi. Kupikir bapak ini penjaga gedung yang mau mengecek AC kelas atau mengecek keadaan kelas. Ternyata aku salah besar, sejak saat itu aku selalu memberlakukan pribahasa “Don’t judge the books by the covers”  kepada setiap orang baru yang kutemui. Bapak paruh baya itu bernama Dr. Yusuf Hartono. Dosen pengampu mata kuliah Teori Bilangan yang sudah ditunggu mahasiswanya. Diletakannya kopi di atas meja, kulihat beliau mengeluarkan sesuatu dari kresek hitam yang dibawanya, sebuah buku lama (nampak dari cover buku yang usang dan warna kertasnya yang sudah kekuningan dimakan waktu) berbahasa inggris pula kulihat dari judulnya yang sampai saat ini aku lupa judulnya. Kupastikan itu bukan buku berbahasa Indonesia.
Terdengar suara bisik-bisik dari penjuru kelas. Saling menatap penuh tanya. Ini bapaknya? Pak Yusuf Hartono? Masa si? Masih tak percaya. Kualihkan pandanganku ke depan kelas, memperhatikan sosok yang lagi diperbincangkan, tak begitu perduli dengan suara bisik-bisik yang mungkin juga beliau dengar. Selanjutnya beliau menanyakan boardmarker, mulai menulis simbol-simbol matematika, variabel, konstanta dan teman-temannya. Mulai menjelaskan tentang teorema-teorema modulo bilangan dan cara pembuktiannya. Aku hanya diam kagum sekaligus bingung, beliau menjelaskan dengan bahasa yang baik dan dimengerti, tapi nampaknya logikaku yang belum sampai menerima pelajaran dan penjelasan beliau, terlalu abstrak bahasannya. Sangat berbeda dari pelajaran matematika yang kupelajari di sekolah menengah dulu, rintihku dalam hati. Kemampuan analisis yang luar biasa. Itulah kesan pertamaku terhadap beliau.
Selanjutnya kuketahui bahwa beliau adalah salah satu dosen yang menjadi tim pembuat soal untuk SNMPTN, OSN, dan tes-tes matematika nasional lainnya. Wow, selalu terpikir olehku, dari mana datanganya logika-logika, analisis dan penalaran-penalaran itu, Ternyata memang sudah menjadi bakatnya dan keahliannya beliau di bidang itu. Anugerah dari Tuhan. Tapi tak mudah perjuangan beliau sampai ketahap ini. Nanti akan kuceritan dikisah berikutnya.
Satu pelajaran yang dapat ku ambil, setelah mendengar kisahnya, bahwa mimpi itu bukan milik orang kaya, bukan milik orang pintar, bukan milik orang cerdas saja, mimpi itu juga bisa menjadi milik siapa saja yang mempunyai kemauan, keluletan dan optimisme serta komitmen dalam mewujudkannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar