Masa lalu hanya untuk dikenang, dijadikan pelajaran untuk menjadi pribadi yang lebih baik di masa sekarang dan masa yang akan datang. Masa depan adalah sepenuhnya milikmu. Kamu berhak menentukan masa depanmu mau bagaimana dan menjadi seperti apa. Sepenuhnya keputusan ada ditanganmu. Tapi ingatlah satu hal, orang yang paling baik adalah orang yang bermanfaat bagi yang lainnya.
Cerita
ini ditulis dari sudut pandang orang ketiga. Akan ditemukan/ ada perbedaan
sudut pandang penulis dan pembaca nantinya. That’s the point and it doesn’t matter for me, karena segala kesalahan
adalah milikku, yang menandakan kalau aku juga manusia biasa. Kesempurnaan hanyalah
milik Allah SWT semata. Mari kita lihat kisah beliau, yang menginspirasi banyak
orang (terutama mahasiswa dan orang yang mengenalnya).
ÂÂÂ
Hari
ini cerah, awan putih yang membentuk gulungan di birunya langit dapat kulihat
dari jendela kamar –Jumu’ah Barakah- kataku dalam hati, tidak seperti kemarin
langit gelap, mendung dan gerimis di sepanjang hari. Masih dengan tema yang
sama tentang Mimpi, sambil kuputar lagu-lagu latar tentang mimpi menjadi
pendukung suasana hati.
Kuputar waktu
dipikiran, kembali ke Agustus 2009. Hari senin minggu kedua di semester
pertama, mata kuliah Teori Bilangan Dosen Pengampu mata kuliah Dr. Yusuf Hartono,
kubaca detail jadwal kuliah di semester ini dari kertas fotokopian yang kudapat
dari ketua tingkat. Mengapa mereka keren sekali, kataku dalam hati.
Dosen-dosenku ini keren sekali, S2 dan S3 semua, bahkan sudah ada yang menjadi
guru besar. Sebulan awal kuliah yang berkecimpung dibenakku hanyalah
kekaguman-kekaguman pada mereka. Bagaimana bisa? Hahaha (pikiran dulu, masih
awam mimpi). Untuk selanjutnya, aku berkata aku ingin seperti mereka.
Balik lagi ke tokoh
utama cerita, walaupun sudah memasuki minggu kedua kuliah Teori Bilangan, tapi
aku belum melihat wujud sang dosen. Dikarenakan mahasiswa baru, dan masih
banyak masalah administrasif universitas, fakultas dan prodi yang harus
diselesaikan dalam minggu pertama makanya belum bertatap muka.
Pukul 09.00 WIB kurang,
hampir semua mahasiswa prodi Pendidikan Matematika sudah duduk rapi di kelas,
sembari menunggu sang Dosen kami asik berbincang masih tahap saling mengenal satu
dan lainnya. Ditengah gelak tawa dan suara-suara bercerita, masuk seorang bapak
separuh baya, sambil membawa kopi ditangannya. Tak kulihat bapak itu memakai
sepatu atau beralas kaki, ceker ayam. Dandanannya tak klimis, rambutnya ikal
sedikit panjang, memakai kemeja lengan pendek bercelana dasar membawa kantong
kresek hitam dan segelas kopi. Kupikir bapak ini penjaga gedung yang mau mengecek
AC kelas atau mengecek keadaan kelas. Ternyata aku salah besar, sejak saat itu
aku selalu memberlakukan pribahasa “Don’t judge the books by the covers” kepada setiap orang baru yang kutemui. Bapak
paruh baya itu bernama Dr. Yusuf Hartono. Dosen pengampu mata kuliah Teori Bilangan yang sudah ditunggu mahasiswanya. Diletakannya kopi di atas meja,
kulihat beliau mengeluarkan sesuatu dari kresek hitam yang dibawanya, sebuah buku
lama (nampak dari cover buku yang usang dan warna kertasnya yang sudah
kekuningan dimakan waktu) berbahasa inggris pula kulihat dari judulnya yang
sampai saat ini aku lupa judulnya. Kupastikan itu bukan buku berbahasa
Indonesia.
Terdengar suara
bisik-bisik dari penjuru kelas. Saling menatap penuh tanya. Ini bapaknya? Pak Yusuf
Hartono? Masa si? Masih tak percaya. Kualihkan pandanganku ke depan kelas,
memperhatikan sosok yang lagi diperbincangkan, tak begitu perduli dengan suara
bisik-bisik yang mungkin juga beliau dengar. Selanjutnya beliau menanyakan boardmarker, mulai menulis simbol-simbol
matematika, variabel, konstanta dan teman-temannya. Mulai menjelaskan tentang
teorema-teorema modulo bilangan dan cara pembuktiannya. Aku hanya diam kagum
sekaligus bingung, beliau menjelaskan dengan bahasa yang baik dan dimengerti,
tapi nampaknya logikaku yang belum sampai menerima pelajaran dan penjelasan
beliau, terlalu abstrak bahasannya. Sangat berbeda dari pelajaran matematika
yang kupelajari di sekolah menengah dulu, rintihku dalam hati. Kemampuan
analisis yang luar biasa. Itulah kesan pertamaku terhadap beliau.
Selanjutnya kuketahui
bahwa beliau adalah salah satu dosen yang menjadi tim pembuat soal untuk
SNMPTN, OSN, dan tes-tes matematika nasional lainnya. Wow, selalu terpikir
olehku, dari mana datanganya logika-logika, analisis dan penalaran-penalaran
itu, Ternyata memang sudah menjadi bakatnya dan keahliannya beliau di bidang
itu. Anugerah dari Tuhan. Tapi tak mudah perjuangan beliau sampai ketahap ini. Nanti akan kuceritan dikisah berikutnya.
Satu pelajaran yang
dapat ku ambil, setelah mendengar kisahnya, bahwa mimpi itu bukan milik orang kaya, bukan milik orang
pintar, bukan milik orang cerdas saja, mimpi itu juga bisa menjadi milik siapa
saja yang mempunyai kemauan, keluletan dan optimisme serta komitmen dalam mewujudkannya.